Assalamu’Alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh….
Hai hai hai sahabatku para Netter and BlogWalking, terima
kasih telah berkunjung ke Blog Acak-acakan dan tidak menarik ini. Mohon maaf ya
sahabatku sebelumnya, mungkin tulisanku ini menimbulkan rasa tidak enak dihati
sahabatku. Aku minta maaf, dan terima kasih lagi telah berkunjung dan
mudah-mudahan mau membaca tulisan yang sangat sederhana ini.
Kali ini aku mau posting cerpen Ala Remaja Galau gitu. Nih
cerpen pertamaku yang Alhamdulillah bisa rampung. Ceritanya ya.... tidak
jauh-jauh lah dengan kegalauan. ok. aku cerita sedikit tentang inspirasi
pembuatan cerpen ini. Cerpen ini awalnya mengisahkan tentang diriku sendiri dan
kehidupanku. Tapi, karena pas dipertengahan aku nggak bisa lagi muter-muter
otak mikirin kejadian Ke-GALAUanKu yang telah lalu, jadi aku ngarang bebas aja.
eh, pas pertengahan dah rampung, bingung lagi mikirin endingnya kayak gimana,
padahal dah buntu terasa nih otak. Tapi aku semangatin diri sendiri, aku nggak
boleh putus asa, dan alhasil setelah hampir dua minggu mikirin endingnya kayak
gimana, aku berhasil!!! Ye... Ye.... Ye.... hahahahaha (aku lebay dan banggain
diri banget ya sahabatku, maaf ya....), cerpen nya sih emang kagak bagus ya, tapi
mudah-mudahan bisa menghibur para sahabatku semua. AMIIN.....
Ok,,,,
lansung saja Cekidot...........
Hati
Munafik Yang Berbicara
Ketika hati berlabuh pada suatu
penantian panjang, akan ada peperangan yang terjadi antara jiwa dan fikiran.
Rani masih memikirkan kata-kata tersebut, tiba-tiba ia tersentak dikagetkan Aya
sahabatnya.
“Siang
Bolong gini ngayal aja kamu, nanti kesambet loh!” Kata aya sambil tersenyum
manis
“Hmm…
biar aja. Yang jelas kalau aku kesambet kamu jadi sasaran pertama yang akan aku
jambak, hahahaha”. Canda Rani. “Kamu ngapain sih, hobi banget ngagetin aku?” Lanjutnya
“Habis
kamu juga sih, hobi banget ngayalnya. Kamu lagi mikiran Ali yah?” Goda Aya
“Yee…
siapa yang mikirin Ali, sok tau deh!” Cibir Rani. “Mending mikirin Nabi Yusuf
yang gantengnya mendunia dari pada mikirin Ali.” Lanjut Rani dengan sangat
ekspresif.
Aya hanya tertawa melihat tingkah Rani.
Malamnya, Rani menangis dikamarnya
memikirkan ucapan Aya tadi Siang. “Aku memang mikirin Dia (Ali) Ya!” ucapnya
lirih. Rani lalu memutar lagu Elyzia – Cinta Yang Tak Mungkin
Kupejamkan
mata ini,,, Ku tertidur tanpa lelap
Tapi
ku bermimpi kau jadi milikku
Suaramu
tetap bernyayi
Walau
sadarku kian tak ada
Namun
ku bahagia lagumu milikku
Indah
senyumanmu,,,
Tak
kan pernah bisa pudar
Makin
indah dihatiku
Walau
ku sadari
Cinta
yang mungkin jadi
Apapun
yang kau ciptakan
ku
akan berjuang dapatkan
Jika
kau bahagia
Aku
semakin bahagia
Indahnya
wajahmu
Tak
kan pernah sirna
Makin
terang dihatiku
Walau
kusadari
Cinta
yang mungkin jadi
Meski
ku tak bisa memiliki dirimu…
Tak
kan ku berpaling pergi
Makin
ku mencintai…
Kulepas
kau kekasih
Biar
terbang tinggi
Cinta
yang tak mungkin
Terbang
tinggi
Tiba-tiba Rani menangis sejadi-jadinya
mendengar lagu tersebut, ia kembali mengingat kejadian kemarin disekolah.
FlashBack
“Ran,
ke kantin yuk?” Ajak Aya.
“Ayuk!”
Jawab Rani sambil menggandeng tangan Aya menuju kantin.
“Ihh,,
jangan lebay deh Ran. Kayak anak kecil aja. Jawab Aya ketus.
Rani hanya terdiam lalu mengikuti Aya
dari belakang. Seperti tidak ada kejadian yang terjadi, mereka lalu saling
bercanda. Dikantin, terlihat Ali, teman kelas Rani dan Aya telah lebih dulu
jadi penghuni kantin.
“Hay
Aya?” panggil Ali.
“Hay,
ngapain manggil-manggil?” Jawab Aya ketus sambil tersenyum.
“Nggak
papa, dasar cerewet!” Balas Ali.
“Ihh…”
jawab Aya sambil berlalu meninggalkan Ali.
Rani hanya mengikut dibelakang Aya.
Dalam hati, Rani sedikit sedih karena Ali tak menyapanya.
“Bukan
hanya tadi kamu tak menyapaku, selama hampir satu tahun ini pun kamu tak pernah
menyapaku selain karena tugas sekolah. Kenapa harus Aya yang kamu sapa? Kenapa
bukan aku Li?” Batin Rani sedih.
Sejak naik kelas XI, Aya dan Rani memang
sangat dekat. Namun, dalam hati Rani tidak terlalu menyukai Aya, karena sikap
dan tingkah laku Kolerik Aya yang menurut Rani tidak sesuai dengan
kepribadiannya yang Pleukmatik. Selain itu, Aya sangat dekat dengan Ali, cowok
yang Rani sukai sejak naik kelas XI. Sehingga acap kali Rani sedih dan kecewa
dengan Aya yang seringkali tak menjaga perasaanya yang jelas-jelas mengetahui
perasaan Rani terhadap Ali.
“Kenapa
sih, kamu itu nggak peka banget! Aku suka sama kamu sejak dulu. Aku sadar aku
bukan Aya yang sempurna. Tapi haruskah kamu bersikap dingin terhadapku? Haa…
kenapa?” ucap Rani sedikit marah.
Rani dan Ali memang sangat jarang
bicara, dapat terhitung jari mereka bicara. Sampai mereka ingin naik kelas XII
pun, kurang 15 kali mereka bicara. Itu pun karena tugas sekolah.
“Aya,
kamu kan tau aku suka sama Ali. Kenapa kamu nggak bisa jaga perasaan aku? Kamu
selalu saja bilang mau jaga perasaan aku, tapi kenapa kamu nggak bisa buktiin
perkataan kamu? Aku tahu, kamu pasti sadar akan hal itu.” Lanjut Rani sambil
terisak.
Rani hanya bisa menangis memikirkan
perasaannya yang berkecamuk, dan tak sadar ia tertidur dalam kegelisahan yang mengantarnya
kealam mimpi.
*********
“Rani……”
teriak Aya girang memanggil Rani yang baru datang ke kelas. “Kamu telat lagi
Ran? Hahaha. Kamu mau disuruh pulang untuk ketiga kalinya? Hahahaha.” Lanjut
Aya sambil menggoda Rani. Rani hanya melihat Aya dengan senyum terpaksa.
“Tak
perlu sambil teriak kali bilangnya Ya, bisa tidak kamu sehari aja nggak buat
aku dongkol?” Batin Rani mendesah kesal, namun tak diperlihatkannya. Ia lalu
duduk di sebelah Aya, karena mereka memang sebangku.
Rani memiliki kebiasaan terlambat sejak
masih duduk di bangku Sekolah Dasar, waktu kelas X Dia sudah dua kali
dipulangkan karena terlambat.
Bel masuk pelajaran pertamapun berbunyi,
guru-guru memasuki kelasnya masing-masing. Jam 14.00 WITA, bel pulangpun
berbunyi.
“Rani,
anterin ke mall dulu ya ambil kunci rumah. Aku lupa ambil lagi.” Bujuk Aya.
“OK,,,”
Balas Rani. Mereka pun pulang bersama. Di tengah perjalanan, Aya melihat Ali
sedang marah-marah menendang ban motornya.
“Ran,
itu Ali kan? Kenapa ya dia? Apa motornya mogok?” Tanya Aya.
“Kayaknya
sih begitu” balas Rani selidik.
“Samperin
yuk Ran, siapa tahu aja kita bisa bantu.” Jawab Aya cemas.
“Ya!”
balas Rani sekenanya. “Aya kok perhatian banget sih?” Batin Rani bertanya.
“Ali,
kenapa? Mogok?” Tanya Aya yang berlari kecil kearah Ali
“Hey
kamu Ya, iya nih motornya mogok. Nggak tahu kenapa, bikin dongkol aja.” Jawab
Ali dengan raut kesal. Rani hanya melihat mereka berdua tanpa mengeluarkan satu untaianpun.
“Sampai
kapan sih kamu nggak mau sapa aku? Kenapa Aya terus? Aya juga perhatian banget
sama Ali. Apa dia suka juga sama Ali? Tapi nggak mungkin, Aya kan konsisten
banget nggak mau suka sama cowok yang orang lain juga suka, apalagi cowok yang
sahabatnya sendiri suka.” Batin Rani mendesah. Tiba-tiba Ali menatap selidik kearah
Rani.
“Loh,
ada kamu juga ya Ran? Hmm,,, kamu naik motor bukan?” Tanya Ali.
“Iya,
memang ada apa?” balas Rani dengan salah tingkah karena Ali mengajaknya bicara.
“Boleh
minta tolong nggak?” Tanya Ali dengan hati-hati.
“Boleh,
mau minta tolong apaan?” balas Rani sedikit canggung.
“Motor
aku kan mogok nih, bisa pinjam motornya nggak?” jawab Ali tanpa ragu. Kamu
tenang aja, nanti aku kembaliin ke rumahmu tanpa cacat apapun. Janji deh,
suer!” lanjutnya dengan sangat ekspresif.
Seakan tak percaya dengan apa yang baru
dia dengar, Rani terasa diremukkan hatinya oleh sebuah benda yang besar. “sekalinya
ngajak bicara dia hanya mau pimjam motor? Itupun karena motornya mogok!” batin
Rani. Ia lalu menganggukkan kepalanya tanda setuju. Tanpa bertanya untuk kedua
kalinya, Ali lalu meminta kunci motor Rani.
“Ran,
aku ikut Ali ya,,, soalnya aku buru-buru nih!” kata Aya
“Ya…”
Rani hanya berkata satu kata.
“lengkap
sudah, dia baru nyapa aku karena lagi butuh. Tapi apa harus juga bareng Aya
pulangnya? Tanpa memikirkan aku pulangnya bagaimana! Waw,,, perfect!” batin
Rani.
Aya dan Ali berlalu meninggalkan Rani
sendirian. Rani tak kuasa menahan air mata yang sedari tadi memaksa keluar,
namun ia masih dapat menahannya. Rani lalu memberhentikan kendaraan umum, dan
setelah sampai dirumahnya ia lalu berlari menuju kamarnya. Dikamarnya, Rani
menangis sejadinya. Setelah hampir satu jam air matanya tumpah di kasurnya
tiba-tiba terdengar suara klakson motornya. Rani lalu bergegas ke kamar mandi
membenahi dirinya, lalu bersegera menghampiri Ali.
“Maaf
lama!” kata Rani mengagetkan Ali.
“Oh,
nggak papa kok! Btw, thank’s ya motornya?” balas Ali.
“Ya,
sama-sama. Terus kamu pulangnya naik apa?” Selidik Rani dengan nada yang masih
sangat canggung.
“Tuh
diluar udah ada jemputan, aku duluan ya?” jawab Ali sambil berlalu pergi.
Rani menatap kepergian Ali dengan
tatapan kosong sampai tak terlihat lagi. Ia lalu kembali menuju kekamarnya.
Didalam kamar, Rani bertanya kepada dirinya “Apa aku terlalu bodoh mencintai
orang yang sama sekali tak menganggapku ada? Bicarapun dia seolah enggan. Mengapa
aku harus menyukainya? Mengapa aku harus menitipkan perasaanku untuknya? Apakah
hatiku terlalu munafik menyimpan rasa untuknya?” Rani hanya bisa mengeluarkan
semua sejuta hantaman dalam hatinya dengan tanya yang tak ada jawabnya.
*********
Gelap fajar dengan hembusan angin yang
sejuk menemani kegelisaan Rani. Dia tampak tegar dan tersenyum melihat langit
senja. “Aku akan mulai menjadi langit senja, yang menemani setiap peristiwa
yang ada dimuka bumi, mengiringi setiap langkah makhluk ciptaan Sang Khalik
melewati seluruh lika-liku kehidupannya, dan selalu tersenyum malu menampakkan
warna elok ketika makhluk tengah merasakan indahnya memadu binar-binar hati.”
Gumam Rani lembut dengan senyum penuh makna. “Apa aku bisa seperti langit?”
lanjutnya.
Flashback
Dikelas, seperti biasanya suasana penuh
kegirangan, ada yang berkumpul membicarakan topik yang mereka sukai, ada yang
sedang asyik menggambar, ada yang asyik main gitar dan bernyayi bersama-sama,
dan ada yang sibuk mengerjakan tugas sekolah. Begitu halnya dengan Ali, ia
tengah sibuk menyiapkan coklat untuk diberikan kepada wanita yang akan
dijadikan pengisi hatinya.
“Aya,,,,?”
mengahampiri Aya yang tengah asyik bergosip dengan temannya.
“Iya,
kenapa Li?” jawab Aya sekenanya.
“Boleh
ngomong bentar nggak? Please,,, boleh ya?” Bujuk Ali.
“Hmm,,,
maksa nih kayaknya. Ok deh! Ayuk, mau ngomong apaan sih?” Tanya Aya penasaran.
Tanpa sempat membalas pertanyaan Aya, Ali langsung menarik pergelangan tangan
Aya dan sedikit berlari kearah tengah kelas.
“Ya…
aku suka sama kamu! Udah lama aku mendam perasaan ini, sejak kita kelas X aku
dah suka sama kamu. Kamu mau nggak jadi pengisi relung hatiku?” kata Ali penuh
harap.
Tanpa mereka sadari, Rani yang saat itu
telah berdiri di depan pintu kelas, pulang dari perpustakaan melihat apa yang
dilakukan Ali.
“Apa?
Ali nembak Aya? Dia suka Aya sejak kelas X? Aku nggak percaya ini, mengapa dia
harus suka sama sahabatku sendiri?” Batin Aya bertanya.
“Ali…
apa kamu serius dengan ucapanmu?” Tanya Aya dengan masih tak percaya.
“Aku
sangat serius Ya, aku udah nggak bisa mendam perasaan ini terlalu lama. Aku
su…. Bukan, tapi cinta sama Kamu! Aku suka sama sifat egois kamu, sifat ceria
kamu, sifat cerewet kamu, pokoknya aku suka semua yang ada pada kamu.” Balas
Ali dengan penuh ekspresif.
“Sebenarnya,
aku juga suka sama kamu Li,,, tapi…” belum sempat Aya melanjutkan, Rani telah
memotong pembicaraannya.
“Tapi,,,
dia belum dapat restu dari Aku Li, hahaha. Ya, sekarang aku restui hubungan
kalian. Buruan terima Ali.” Kata Rani dengan girang namun Batinnya sangat
pedih. “Aku dukung kalian, teman-teman juga. Iya kan temen-temenku?” Lanjutnya
“Iya,,,
setuju!” jawab teman kelasnya serentak. “sudah Ya, terimas aja, kasihan tuh Ali
sampai keringat dingin gitu. Hahaha” lanjut salah satu dari mereka.
“Tapi….”
Aya langsung menarik tangan Rani kearah luar kelas. “Ran, kamu suka kan sama
Ali?” bisik Aya.
“Ah,,,
aku suka sama Ali? Ya nggak lah Ayaku sayang. Mana mungkin aku suka sama dia,
iya sih dulu aku suka, tapi itu udah lama banget. Udah pada jamannnya manusia
purba. Hahahaha.” Jawab Rani dengan Ketawa yang sangat dipaksakan.
“Bener…?”
selidik Aya.
“Yaiyalah!”
jawab Rani tegas dengan raut meyakinkan. Rani lalu menarik tangan Aya kembali
ke tengah Kelas dan teriak “Temen-temen, Aya nerima Ali jadi pacarnya. Beri
selamat yukk!” Lanjut Rani dengan sangat ekspresif.
Akhirnya Aya dan Ali resmi pacaran, Rani
tak kuasa menahan air matanya namun ia masih mampu menahannya. Akhirnya Bel
pulangpun berbunyi.
“Aya,
sory ya. Bukannya aku nggak mau anterin kamu pulang. Tapi, berhubung ada
pasangan baru, jadi motorku nggak nerima boncengan yang udah berpasangan.
Hahaha.” Canda Rani
“ye…
jahat kamu Ran!” Cibir Aya.
“hahaha….
Yaudah deh, aku balik duluan ya?” tanpa sempat mendengar balasan Aya, Rani
berlalu meninggalkan Aya dan Ali. Rani lalu berlari menuju motor dan langsung
mengemudikan motor dan mengendarainya dengan kecapatan 60 km/jam. Ia menangis
sejadinya dimotor dengan kecepatan diatas normal. Rani mengendarai motor tanpa
arah, ia belum mau pulang kerumah. Setelah hampir satu jam mengendarai motor
tanpa tujuan, Rani lalu pulang kerumah. Sesampainya dirumah, ia lalu berlari
kekamarnya dan melanjutkan meratapi dirinya.
“Aku
sekarang mengerti semuanya” ucapnya terbata. Rani tak dapat mengeluarkan
untaian apapun dari mulut maupun batinnya. Ia merasakan pedih yang sangat
sakit.
“Ya Allah, terima kasih atas semua
cobaan yang Engkau berikan kepadaku. Pada akhirnya, semua ini pasti ada
hikmahnya. Aku memang belum waktunya mencintai orang lain, karena sesungguhnya
cinta yang aku miliki memang diciptakan hanya untuk memberikan seutuhnya
terhadapMU. Terima kasih Aya, terima kasih Ali, kini aku telah dapat melunakkan
munafiknya hatiku. Akan kujadikan pelajaran yang berharga untuk diriku. Semoga
kalian berbahagia.” Doa Rani, ia lalu melanjutkan memandang langit senja.
*********
Created By :
SB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar